Search

Ceramah umum Grand Syaikh Al-Azhar di MUI Jakarta

Baca Juga :



Ceramah Umum Grand Syaikh Al-Azhar, Al-Imam Al-Akbar, Prof. Dr. Ahmad Tayyeb di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta.
Senin (22/2/'16).
==============
Saya senang bisa berada di tengah-tengah Majelis ini (MUI). Ketika mendengar sambutan Ketua Umum MUI, saya menjadi mengerti bahwa Indonesia adalah negara terdepan dalam mewujudkan kesantunan.
Saya tahu bahwa Majelis ini terdiri dari berbagai ulama dengan madzhab yang berbeda-beda, alhamdulillah meskipun berbeda-beda tapi tetap bersatu. Inilah yang kita usahakan di negara-negara lain. Ini sangatlah sulit, tapi alhamdulillah Indonesia bisa melakukan. Meskipun berbeda tapi tidak menyebabkan pertikaian dan memicu pertentangan di masyarakat. Inilah yang terjadi pada zaman shahabat Nabi, berbeda-beda tapi tidak saling menyalahkan.
Misalnya saja ibadah shalat. Rasulullah shalat di depan para shahabat, para sahabat berbeda pendapat dalam banyak hal, mulai dari masalah mengangkat tangan hingga cara salam. Dari sini perbedaan- perbedaan tadi justru menjadi rahmat bagi umat Islam.
Mulai dari gerakan takbiratul ihram: ada yang mengangkat tangannya sampai pundak, ada pula yang sampai ke telinga. Lalu, tangan bersedekap ada yang di dada bagian atas, ada yang di bagian hati, ada yang di bagian jantung. Dari situ saja kita sudah berbeda, dan perbedaan itu dibolehkan (masyru').
Lalu kita ruku, dimana meletakkan tangan dalam ruku, kita juga berbeda pendapat. Kemudian bangun dari ruku, apakah mengangkat tangan kembali atau tidak, juga terjadi keragaman pandangan. Demikianlah hingga salam: ada yang cukup dengan mengucapkan "assalamualaikum", ada yang harus sampai "warahmatullaah" dan seterusnya, bahkan, Imam Malik cukup dengan satu salam. Perbedaan seperti ini dibolehkan (masyru').
Itu baru dalam hal gerakan shalat, belum yang lain-lain. Sejak awal tidak ada yang mempermasalahkan perbedaan-perbedaan seperti itu. Penganut madzhab Syafii biasa shalat di belakang penganut Madzhab Maliki, dan sebaliknya, tidak pernah ada masalah. Dan tidak pernah ada orang apalagi ulama yang mengkafirkan satu sama lain disebabkan karena perbedaan semacam itu.
Masalahnya adalah perbedaan-perbedaan tadi diperuncing oleh fanatisme terhadap madzhab tertentu. Meyakini bahwa madzhabnya yang paling benar dan yang lain salah. Yang disayangkan lagi, gerakan ekstrim ini dibelakangnya didukung oleh kekuatan materi sehingga menyebabkan terpecahnya umat.
Saya berharap MUI bisa membawa ruh toleransi terhadap perbedaan tadi di tengah-tengah masyarakat. Karena ekstrimisme akan melahirkan sikap yang mudah mengkafirkan orang lain tatkala berbeda pendapat.
Maka, tidak ada jalan lain kecuali mencontoh khazanah kita terdahulu. Khazanah kita dulu adalah khazanah yang berbeda-beda dan beragam, tapi tetap menghargai dan menjadi rahmat. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “alhamdulillah bahwa sahabat Rasulullah SAW berbeda pendapat”. Kalau saja para sahabat tidak berbeda maka akan menjadi sulit bagi umat hari ini. Hal itu karena masalah yang memiliki lebih dari satu penyelesaian akan terasa lebih ringan bagi umat.
Kita tidak melarang orang untuk mengikuti dan meyakini salah satu dari madzhab adalah benar, itu sesuatu yang benar tapi dengan syarat tidak menggangp hanya dia yang benar dan yang lain salah.
(Setelah dialog, ada pertanyaan dari Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Machasin dan Ketua Fatwa MUI Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo tentang Syiah dan Ahmadiyah)
Jawaban Grand Syaikh:
Apa itu Islam sudah jelas digariskan oleh Rasulullah, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu, sebagaimana dalam Hadisnya yang masyhur. Jika seseorang melaksanakannya, maka ia adalah seorang muslim.
Berbeda misalnya jika ada yang meyakini bahwa Muhammad bukanlah Nabi dan Rasul terakhir, dan masih terbuka peluang munculnya nabi-nabi baru, maka jelas kita sepakat menolaknya. Karena, kenabian dan kerasulan Muhammad sebagai yang terakhir merupakan sesuatu yang sudah diketahui kebenarannya dalam agama secara nyata.
Termasuk, jika mengatakan bahwa Allah keliru dalam menurunkan risalah-Nya, yaitu seharusnya bukan kepada Muhammad tetapi kepada yang lain, siapapun dia, maka jelas-jelas hal seperti ini bertentangan dengan ajaran prinsip dalam agama: sesuatu yang sudah diketahui kebenarannya dalam agama secara gamblang.
Jika ada yg mencela dan mencaci-maki sahabat Rasul, seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah dsb, maka itu adalah sebuah kebodohan dan bukan ajaran yg benar. Apalagi jika ada yg meyakini bahwa Allah keliru dalam menurunkan risalahnya kpd Muhammad, mestinya kpd Ali bin Abi Thalib, itu jelas sebuah pengingkaran yg nyata.
Termasuk syiah, tidak bisa semuanya dikafirkan. Karena memang tidak mudah kita mengkafirkan orang, selama dia adalah seorang muslim seperti definisi Rasul di atas. Janganlah engkau mengkafirkan seseorang dari ahli kiblat. Kecuali jika pengingkarannya sangat nyata dan merupakan prinsip dalam agama.
ﻻ ﺗﻜﻔﺮ ﺃﺣﺪﺍ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ
Jika ada orang mengatakan bahwa berzina dibolehkan itu adalah pengingkaran. Berbeda dengan orang yang melakukan perzinaan, tetapi dia masih meyakini bahwa berzina itu haram, maka orang ini telah berbuat maksiat dan berdosa besar. Sama seperti orang yang mengatakan bahwa shalat tidaklah wajib, berbeda dengan orang yang sekedar meninggalkan shalat, maka dia dihukumi maksiat dan berdosa besar.
Maka dari itu saya bersyukur, dan saya minta untuk mengajarkan ini kepada generasi berikutnya.
Puji syukur kepada Allah bahwa Islam digariskan oleh Rasulullah dan tidak memberi ruang kepada siapa pun untuk mengurangi atau menambahi. Barang siapa yang bersyahadat, shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan haji maka dia muslim tanpa memandang madzhabnya. Inilah madzab Imam Asy’ari dalam beraqidah.
Ditranskrip oleh: M. Saifuna (Tim Jurnalis Kunjungan Grand Syaikh ke Indonesia) Via Kementerian Agama RI
===
SIKAP MUI
Rangkuman sikap Pimpinan MUI thd ceramah Syaikh Akbar al-Azhar, Syaikh Ahmad Muhammad ath-Thayyib al-Asy'ariy di kantor MUI pd Senin, 22 Feb 2016 sbb :
1. Pimpinan MUI menyampaikan apresiasi atas kunjungan beliau ke kantor MUI. Namun menyesalkan sebagian ceramah beliau yg mengandung tasykik (mengaburkan substansi masalah) dan terkesan simplikasi (menyederhanakan masalah) thd persoalan Sunni-Syi'ah.
2. Pimpinan MUI tetap mengacu kepada hasil keputusan Rakernas MUI 1984 dan buku panduan MUI bhw
• TERDAPAT PERBEDAAN USHUL (POKOK AGAMA) ANTARA SUNNI DAN SYI'AH.
Lihat buku "Himpunan Fatwa MUI Sejak Th 1975".
• SYI'AH DI INDONESIA HANYA ADA SATU FIRQOH YAITU IMAMIYAH ITSNA ASYARIYAH ALIAS RAFIDHAH YG JELAS MENYIMPANG.
Lihat buku panduan MUI "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia".
3. Pimpinan MUI tidak sependapat jika dikatakan "Syi'ah dan Sunni adalah bersaudara". Syi'ah yg mana?? Apakah Syi'ah yg membunuhi Ahlus Sunnah di Iran, Iraq, Lebanon, Suriah, dan Yaman? Ucapan itu sdh tidak relevan lagi pd masa sekarang.
4. MUI tetap akan mengeluarkan fatwa ttg kesesatan lima ajaran yg selama ini dianut oleh Syi'ah (mainstream), yaitu:
• ﺳﺐ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ
• ﻋﺼﻤﺔ ﺍﻹﻣﺎﻣﺔ
• ﺭﻓﺾ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻳﻦ
• ﺗﺤﺮﻳﻒ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ
• ﻧﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺘﻌﺔ
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻲ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺴﺘﻌﺎﻥ ﻭﺇﻟﻴﻪ ﺍﻟﺘﻜﻼﻥ
Semoga bermanfaat.
Bogor, 23 Feb 2016
Irfan Helmi

Moslem channel
Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments