Search

Rumini temani ibu saat erupsi semeru hingga meninggal, bagaimana hukumnya dalam syariat islam?

Baca Juga :

 



◾ BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM ◾

                 

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ


SEHIDUP SEMATI_____________DI SEMERU 

APAKAH BERARTI______________BAKTI ⁉️

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


Ketika gunung Semeru meletus beberapa waktu lalu tersiar kabar viral mengenai bukti cinta seorang anak pada ibunya. Anak tersebut ditemukan tewas di dapur rumahnya yang dilalui lahar panas. Ia tewas dalam kondisi memeluk erat tubuh ibunya yang sudah renta. Menurut kabar warga, ibunya sudah tidak sanggup berjalan sehingga ia memilih untuk tetap bersama sang ibu dan menghadapi terjangan erupsi Semeru, padahal ia mampu untuk menyelamatkan diri bersama para tetangga. Dikatakan ia memilih untuk mendampingi ibunya hingga nafas terakhir sebagai bentuk bukti cinta kepada ibunya.


Sewaktu membaca kisah ini terkesan bahwa apa yang dilakukan adalah suatu kebenaran hingga membuat haru. Namun jika kita melihat dari sisi syariah Islam, kita akan menemukan bahwa ada yang salah dalam penerapannya.

____________________


📌 Definisi Maqashid Syariah


Jika kita pelajari lebih lanjut dalam agama Islam ada pembahasan yang disebut Maqashid Syariah. Yaitu makna, sebab atau hikmah yang menjadi alasan ditetapkan syariah baik bersifat umum atau khusus dengan tujuan untuk kebaikan manusia. Ada beberapa metode dalam mengetahui Maqashid Syariah, dimulai dari penelitian, pengetahuan sebab perintah & larangan dll.


Para ulama terdahulu sudah memudahkan bagi kita untuk mempelajarinya, melalui bab pembahasan Dharuriyat al-khamsah. Dharuriyat al-khamsah adalah hal-hal yang dasar atau kebutuhan primer manusia yang harus diperjuangkan dan dipertahankan, yaitu :


1. Memelihara agama

2. Memelihara jiwa

3. Memelihara keturunan

4 .Memelihara akal

5. Memelihara harta


✅ Dalilnya Dharuriyat al-khamsah berdasarkan firman Allah Ta’ala:


يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah Ayat 12)

____________________


📌 Memelihara Jiwa


Memelihara jiwa merupakan kebutuhan azasi bahkan ketika dalam keadaan darurat tertentu kita diperbolehkan untuk mengutamakan menjaga jiwa dibandingkan menjaga agama. Seperti ketika sedang di dalam hutan dan kelaparan lalu tidak ada makanan lain selain bangkai hewan. Hukum asalnya bangkai hewan tersebut haram namun kita diperbolehkan mengonsumsi secukupnya untuk mempertahankan hidup. Atau lihat kisah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu, beliau disiksa dan dipaksa untuk kafir. Lalu dalam kesedihan beliau mengadukan keadaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam takut bahwa dia telah murtad. Kemudian turun ayat al Quran :


✅ Allah Ta'ala berfirman:


مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. An-Nahl :106)


Kemudian Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu menjadi tenang karena walaupun lisannya mengucapkan kekafiran karena jiwanya terancam tapi hatinya tetap dalam keislaman. Kisah ini membuktikan ketika dalam keadaan darurat, memelihara jiwa dapat menggantikan posisi memelihara agama.

____________________


📌 Implementasi Maqashid Syariah Dalam Kisah


Mari kembali ke kisah tadi lalu kita masukan ke dalam kerangka maqashid syariah maka akan terlihat terjadinya pelanggaran syariah. Yaitu ketika seseorang yang mampu menyelamatkan jiwanya malah memilih untuk membinasakan dirinya bersama orang yang dicintainya. Dalam Islam memang kita diperintahkan untuk berbakti kepada orang tua, namun bentuk bakti bermacam-macam beserta syarat dan kondisinya.


Ketika kondisi gunung meletus lalu kita dapatkan orang tua kita dalam keadaan tidak mampu berjalan, maka hendaklah kita berusaha mencari alat dan bantuan untuk membawanya mengungsi. Jika tidak didapatkan maka kita berusaha membopong bahkan menyeret keluar semampu kita. Inilah prilaku yang sesuai dengan kaidah maqashid syariah. Bukan malah memilih berdiam di dapur berpelukan dan menunggu lahar panas tiba.

____________________


📌 Sanggahan Lain


Dalam kisah viral tersebut dikatakan bahwa ” Malaikat menyambut ruhmu dengan kain yang mewangi meski tubuh terbakar material panas, Engkau menjaga dan memeluk ibumu hingga nafas terakhir, InsyaAllah seluruh penduduk langit kini tengah memelukmu.


Sebelumnya mari kita tengok kisah mulia tabi’in Uwais al Qarni. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai baktinya beliau kepada ibu. 


👉 Telah menceritakan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Salamah dari Sa’id Al Jurairi melalui jalur ini dari ‘Umar bin Al Khaththab dia berkata: Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ


“Sebaik-baik tabi’in, adalah seorang laki-laki yang dibiasa dipanggil Uwais, dia memiliki ibu, dan dulu dia memiliki penyakit belang ditubuhnya. Carilah ia, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian.”(HR. Muslim no. 2542)


Kisah bakti Uwais al Qarni merupakan dalil untuk berbakti kepada orang tua dengan merawat mereka, namun bukan merupakan dalil bahwa jika meninggal bersama orang tua akan harum di langit. Karena bentuk bakti seorang anak kepada ibu yang sakit adalah merawat dan menjaga kelangsungan hidupnya, bukan meninggal bersama. Dan seorang muslim yang baik wajib untuk berusaha memelihara jiwanya dan muslim lainnya.


📝 Perlu digaris bawahi kami tidak menghukumi bahwa dia tidak wafat husnul khotimah. Pengetahuan tersebut hanya milik Allah Ta’ala semata. Namun ada pelajaran yang hendaknya diambil mengenai memelihara jiwa yang merupakan maqashid syariah.


Urgensi mempelajari ilmu syariah terlihat jelas di sini. Adakalanya ujian datang mendadak dan perlu mengambil keputusan yang tepat dengan segera. Ini hanya dapat dilakukan bila memiliki ilmunya.

Wallahu a'lam.


Semoga Allah berikan kesabaran untuk saudara-saudara kita yang terkena musibah dan ganjaran pahala yang berlimpah.

____________________


Referensi :

https://thehabaib.com/sehidup-semati-di-semeru-apakah-berarti-bakti/


Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.


✅ Rasulullahﷺ bersabda:


مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ


“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” 

(HR. Muslim no.1893).


🚿🚰👣👉🕌🕰️🗣️👥🤲🕋 . . . 🇮🇩🇮🇩🇮🇩

            https://youtu.be/rJiVSp7T4y8

Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments