Search

Hukum makan telur balut embrio dalam Islam

Baca Juga :

 



📌 HUKUM TELUR BALUT EMBRIO


Bismillah, Janin telur yang sudah terbentuk dalam telur dapat dikategorikan sebagai bangkai (maytah), dan Allah Azza wa jalla telah berfirman:


﴿قُل لَّآ أَجِدُ فِي مَآ أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٖ يَطۡعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيۡتَةً أَوۡ دَمٗا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِيرٖ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ أَوۡ فِسۡقًا أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۚ﴾


Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah… [QS. Al-An’am: 145]


Dan ia tidak dapat disamakan dengan janin sapi, kambing, unta, atau semisalnya, yang ternyata ditemukan setelah menyembelih induknya, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,


فَإِنَّ ذَكَاتَهُ ذَكَاةُ أَمِّهِ


“Sesungguhnya penyembelihan induknya sudah cukup mewakili penyembelihan janin tersebut.” (HR. Abu Daud)


Sedangkan janin yang terbentuk dalam telur ayam tidaklah demikian halnya, sehingga tidak dapat disamakan hukumnya.


KOMITE FATWA ARAB SAUDI PERNAH DITANYA,


“Ketika berkunjung ke Filipina, kami menemukan sebuah menu daerah yang dianggap sebagai kudapan bergizi, yang dinamakan dengan Balut. Ia adalah telur ayam yang dibiarkan pada tempat eraman telur, hingga terbentuk sempurna di dalamnya janin burung/ayam. Kemudian, sekitar 3 hari sebelum waktu menetasnya telur tersebut, mereka mengambilnya, lantas merebusnya hingga matang. Lalu mereka memakan janin tersebut.


Kami meminta fatwa seputar hukum makanan tersebut, semoga Allah –azza wa jalla- memberikan pahala kepada anda sekalian.”


Jawabannya adalah:


“Jika demikian halnya, maka janin tersebut tergolong sebagai bangkai sehingga haram untuk dimakan. Karena ia telah tercipta dan berbentuk di dalam telur tersebut. Dan keharaman bangkai adalah hal yang diketahui secara pasti dalam syariat Islam.” [Anggota Komite yang menjawab: Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Abdullah Al-Gudayyan, Syaikh Salih Al-Fauzan, dan Syaikh Bakr Abu Zaid, Fataawaa al-Lajnah ad-Daaimah (22/305)


Allahu A'lam

Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments