Search

"Jangan lupa pulang" Ust. DR. Sofyan Baswedan

Baca Juga :



Dapat forward Ust. DR. Sofyan Baswedan, guru kita tercinta. Sayang sekali klu dibaca sendiri...

Assalamu'alaikum..

Sedikit berbagi kisah nyata dari seorang kawan..

*Jangan Lupa Pulang*

Seorang bapak kira² usia 65 tahunan duduk sendiri di sebuah lounge bandara Halim Perdana Kusuma, menunggu pesawat yang akan menerbangkannya ke Jogja. Kami bersebelahan yang hanya berjarak satu kursi kosong. Beberapa menit kemudian ia menyapa saya.
B: “Dik hendak ke Jogja juga ?”
S: “Saya ke Blitar via Malang, Pak. Bapak ke Jogja ?”
B: “Iya."
S: “Bapak sendiri ?”
B: “Iya.” Senyumnya datar. Menghela napas panjang.
B: “Dik kerja dimana ?”
S: “Saya serabutan, Pak,” sahut saya sekenanya.
B: “Serabutan tapi mapan, ya?” Ia tersenyum. “Kalau saya mapan, tapi jiwanya serabutan.”
Saya tertegun.
S: “Kok begitu, Pak ?
Ia pun mengisahkan, istrinya telah meninggal setahun lalu. Dia memiliki dua orang anak yang sudah besar². Yang sulung sudah mapan bekerja di Amsterdam, di sebuah perusahaan farmasi terkemuka dunia. Yang bungsu, masih kuliah S2 di USA.
Ketika ia berkisah tentang rumahnya yang mentereng di kawasan elit Pondok Indah Jakarta, yang hanya dihuni olehnya seorang, dikawani seorang satpam, 2 orang pembantu & seorang sopir pribadinya, ia menyeka airmata di kelopak matanya dengan tisue.
B: “Dik jangan sampai mengalami hidup seperti saya ya. Semua yang saya kejar dari masa muda, kini hanyalah kesia²-an. Tiada guna sama sekali dalam keadaan seperti ini. Saya tak tahu harus berbuat apa lagi. Tapi saya sadar, semua ini akibat kesalahan saya yang selalu memburu duit, duit & duit, sampai lalai mendidik anak tentang agama, ibadah, silaturrahmi & berbakti pada orang tua.
B: Hal yang paling menyesakkan dada saya ialah saat istri saya menjelang meninggal dunia, karena sakit kanker rahim yang dideritanya, anak kami yang sulung hanya berkirim SMS tak bisa pulang mendampingi akhir hayat mamanya, gara² harus meeting dengan koleganya dari Swedia. Sibuk. Iya, sibuk sekali. Sementara anak bungsu saya mengabari via WA bhw ia sedang mid - test di kampusnya, sehingga tidak bisa pulang...”
S: “Bapak, Bapak yang sabar ya….”
Tidak ada kalimat lain yang bisa saya ucapkan selain itu.
Ia tersenyum kecut.
B: "Sabar sudah saya jadikan lautan terdalam dan terluas untuk membuang segala sesal saya dik..
B: Meski telat, saya telah menginsafi satu hal yang paling berharga dalam hidup manusia, yakni : Sangkan paraning dumadi. Bukan materi sebanyak apapun, tetapi dari mana & hendak ke mana kita akhirnya. Saya yakin, hanya dari Allah & kepadaNya kita kembali. Di luar itu semua semu, tidak hakiki...!
B: "Adik bisa menjadikan saya contoh kegagalan hidup manusia yang merana di masa tuanya….”
Ia mengelus bahu saya & saya tiba² teringat ayah saya. Spontan saya memeluk Bapak tersebut. Tak sadar menetes airmata. Bapak tua tersebut juga meneteskan airmata....
*kejadian ini telah menyadarkan aku, bahwa mendidik anak tujuan utamanya harus SHOLEH bukan kaya. Tanpa kita didik pun rejeki anak sudah dijamin oleh Alloh subhanallahu wata'ala, tapi tidak ada jaminan tentang keimanannya. Orang tua yang harus berusaha untuk mendidik dan menanamkannya.*
Di pesawat, seusai take off, saya melempar pandangan ke luar jendela, ke kabut² yang berserak ber-gulung² terasa diri begitu kecil lemah tak berdaya di hadapan kekuasaanNya.
*HIDUP ITU SEDERHANA SAJA. MENCARI REZEKI JANGAN MENGEJAR JUMLAHNYA, TAPI KEJAR BERKAHNYA.*

Buat antum yang menyekolahkan anak di pesantren, tetap istiqomah, antum sdh dijalan yang benar utk mendidik anak menjadi sholeh. Semoga dengan ke sholehan nya, kelak ia menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya, menyayangi kita disaat kita tua dan tidak hanya sibuk mengejar harta.

Semoga bermanfaat untuk kita bersama...Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin...

https://www.facebook.com/100000142605141/posts/2887787737902618/
Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments