Search

Hukum mencukur Anfaqah (bulu dibawah bibir) dalam Islam

Baca Juga :

 



HUKUM MENCUKUR ANFAQAH


Sebagaimana kita ketahui bahwa syariat melarang kepada laki-laki untuk memangkas jenggotnya. Shahabi jalil Ibnu Umar radhiyallahu anhu berkata :


أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.

“Beliau ﷺ memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.”(HR. Muslim)


Yang dimaksud dengan membiarkan jenggot adalah membiarkannya apa adanya, artinya jenggot tidak boleh dicukur.


Para ulama sepakat atas haramnya mencukur habis jenggot, sebagaimana disampaikan dalam kitab "Maushu'ah al-Ijma" (1/200) :

وقد اتفق العلماء على تحريم حلق اللحية بالكلية

"Para ulama telah bersepakat atas haramnya memangkas jenggot seluruhnya."


Kemudian pemateri yang mempersiapkan makalah ijma ini yaitu DR. Usamah al-Qahthani -seorang pengacara di pengadilan agama di arab Saudi - menukilkan ijma ini dari perkataan al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitabnya "Maraatib al-Ijma'" (hal. 202) :

واتفقوا أن حلق جميع اللحية مُثلةٌ لا تجوز، وكذلك الخليفة، والفاضل، والعالم

"Para ulama bersepakat bahwa yang memangkas seluruh jenggotnya yang tumbuh adalah tidak boleh, demikian juga berlaku kepada khalifah, para tokoh dan para ulama." -selesai-.


DR. Usamah hafizhahullah mengklaim tidak ada yang menyelisihi ijma ini dalam kesimpulan akhirnya :

أن الإجماع متحقق؛ لعدم وجود المخالف في المسألة، واللَّه تعالى أعلم

"Ijma ini benar-benar terjadi, karena tidak ada yang menyelisihinya dalam permasalahan ini." -selesai-.


Terkait dengan 'Anfaqah yang akan kita bahas -bi idznillah- yakni ia adalah rambut yang tumbuh diantara bawah bibir dengan atas dagu. Penulis belum menemukan istilah untuk menyebut nama rambut ini dalam bahasa indonesia, adapun dalam bahasa inggris maka disebut dengan "soul patch" dan 'anfaqah sendiri ini adalah nama dalam bahasa arab "العَنْفَقَة".


Untuk diketahui bahwa batasan "اللِّحْيَةِ" (jenggot) yang syariat melalui lisan Nabi kita ﷺ telah melarang untuk memangkasnya dan ini juga menjadi kesepakatan para ulama al-fadhil, maka batasan-batasannya itu sendiri tidak datang dalam syariat perinciannya, oleh sebab itu, maka batasannya perlu dikembalikan kepada bahasa arab, dimana bahasa inilah yang digunakan Nabi ﷺ untuk berkomunikasi ketika itu. Al-'Allâmah Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam salah satu fatwanya mengatakan :

"Adapun batasan jenggot, maka sesungguhnya jenggot adalah rambut yang tumbuh di kedua pipi dan dagu sebagaimana pendapat ahli bahasa menunjukkan hal itu. Nabi ﷺ bersabda :"lebatkan lah jenggot", dan beliau tidak memberikan batasan syar'i, dan jika datang nash-nash syar'i, lalu tidak ada padanya batasan syar'i, maka nash-nash itu dibawa kepada batasan bahasa, hal itu dikarenakan nabi ﷺ berbicara dengan lisan Arab dan Al-Qur'an juga berbahasa Arab." -selesai-.


Kembali kepada masalah rambut anfaqah, apakah ia boleh dicukur atau tidak, maka kembali kepada perbedaan para ulama dalam mengambil sikap terkait apakah ini termasuk bagian dari jenggot sehingga hukumnya berarti haram dicukur atau bukan, sehingga boleh-boleh saja dicukur.


Sebagian ulama mengatakan anfaqah boleh dicukur karena bukan termasuk jenggot, alasannya para ulama bahasa ketika mendefinisikan jenggot, mereka tidak memasukkan anfaqah sebagai bagian darinya. Dewan fatwa Yordania yang dalam fatwanya sering mengacu kepada mazhab Syafi'i mengatakan :

ولا يدخل في تعريف اللحية لغة ولا فقها؛ أما في اللغة فقد جاء في "القاموس المحيط": " اللحية شعر الخدين والذقن" انتهى. ولم يذكر العنفقة، وأما الفقهاء فقد عدوا شعر العنفقة مستقلاًّ عن شعر اللحية، كما في "المجموع" (1/ 377) حين قال: "اعلم أن الشعور ثمانية".

"Tidak masuk anfaqah ini dalam pengertian jenggot baik secara bahasa maupun fiqih. Adapun secara bahasa maka telah datang dalam "al-Qâmûs al-Muhîth" bahwa "jenggot itu adalah rambut yang tumbuh di kedua sisi pipi dan juga dagu". Disini tidak disebutkan anfaqah.

Adapun (secara fiqih) para ulama fiqih telah mengkategorikan rambut anfaqah bagian terpisah dari rambut jenggot, sebagaimana dalam kitab "al-Majmû'-nya Nawawi" (1/377) ketika mengatakan, "ketahuilah bahwa rambut itu ada 8 macam."


Oleh sebab itu dewan fatwa berkesimpulan :

لذلك لا حرج في حلق العنفقة أو حلق جزء منها أو تخفيفها

"Tidak mengapa mencukur anfaqah atau memotong sebagian atau memendekkannya." -selesai-.


Barangkali yang menjadi penguat untuk mazhab ini adalah riwayat dari shahabi jalîl Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu dalam Shahih Bukhari secara mu'alaq :


وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُحْفِي شَارِبَهُ حَتَّى يُنْظَرَ إِلَى بَيَاضِ الْجِلْدِ، وَيَأْخُذُ هَذَيْنِ ؛ يَعْنِي بَيْنَ الشَّارِبِ وَاللِّحْيَةِ.

"Ibnu Umar memangkas kumisnya hingga kelihatan putih kulitnya, ia mencabuti juga diantara kedua ini, yakni antara kumis dengan jenggotnya."


Atas penafsiran sebagian ulama bahwa isim isyarah pada "هَذَيْنِ" yaitu mencakup didalamnya anfaqah yang dipangkas juga ketika beliau radhiyallahu anhu memangkas kumisnya.


Adapun sebagian ulama mengatakan bahwa rambut anfaqah termasuk rambut jenggot. Al-'Allâmah Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan :

إذا رجعنا إلى كلام القاموس يقول: إن اللحية شعر الوجه والخدين، فأطلق قال: شعر الوجه، وهذا يقتضي أن تكون العنفقة وهي التي بين الشفة واللحية من اللحية

"Jika kita merujuk kepada kamus bahasa arab maka disebutkan bahwa jenggot adalah RAMBUT WAJAH dan kedua pipi. Maka dimutlakkan rambut wajah disini konsekuensinya adalah anfaqah termasuk jenggot, yaitu rambut yang tumbuh diantara bawah bibir dengan jenggot." (Liqâ`ât al-Bâb al-Maftûh (pertemuan ke-219).


Dalam shahih Bukhari juga terdapat isyarat anfaqah dianggap bagian dari Jenggot. Shahabi jalîl Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata :


ِوَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعَرَةً بَيْضَاءَ

"Ada rambut yang beruban di kepala dan jenggot Beliau ﷺ, dengan tidak lebih dari 20 buah helai."


Dan uban Beliau yang di jenggot itu adanya pada rambut anfaqah, sebagaimana penuturan Wahab bin Abdullah radhiyallahu anhu dalam Shahih Bukhari :


رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرَأَيْتُ بَيَاضًا مِنْ تَحْتِ شَفَتِهِ السُّفْلَى الْعَنْفَقَةَ

"aku melihat Nabi ﷺ dan aku melihat uban di rambut di bawah bibir yaitu anfaqah."


Maka seolah-olah disini Anas bin Malik menganggap anfaqah bagian dari jenggot. Berdasarkan hal ini maka haram juga mencukur anfaqah. Al-'Allâmah bin baz rahimahullah pernah berfatwa :

العنفقة لا يجوز حلقها فهي من اللحية

"Anfaqah tidak boleh dicukur karena ia termasuk jenggot." -selesai-.


Alaa kulli haal, mengingat perbedaan ini, maka hendaknya kita tidak berlaku keras terhadap orang-orang yang mencukur rambut anfaqah-nya, karena berpegang itu bukan jenggot, apalagi jika pertumbuhannya mengganggunya, namun tidak tertutup kemungkinan kita mengingkari juga jika memotong anfaqah itu dianggap sebagai syiarnya orang-orang yang zuhud sebagaimana dilakukan oleh sebagian kaum sufi. Al-'Allâmah asy-Syarbînîy rahimahullah -dari kalangan Syafi'iyyah- dalam kitabnya "Mughni al-Muhtâj" (via dewan fatwa yordania) mengatakan :

يكره نتف جانبي العنفقة وتيكره نتف جانبي العنفقة وتشعيثها إظهاراً للزهدها

"Dimakruhkan mencabuti kedua sisi rambut anfaqah lalu mengkusutkannya dalam rangka menampakkan kezuhudan." -selesai-.

Wallahu A'lam.


Abu Sa'id Neno Triyono

Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments