Search

Hukum reksadana dalam Islam

Baca Juga :

 




__


ADA 3 KEJANGGALAN yang menurut hemat saya, mengurangi status kehalalan model investasi ini;


☑️ PERTAMA, 

HAK MASYARAKAT PEMODAL

Masyarakat pemodal hanya mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan modal, dan bukan kepemilikan atas unit usaha yang dikelola oleh emiten sebagai pengguna. Padahal, akad yang mengikat mereka, yang diwakili oleh Manejer Investasi dan emiten adalah akad mudharabah. Seharusnya masyarakat pemodal berperan sebagai sahib al-mal (pemilik harta), berupa modal dan tentunya unit usaha yang dijalankan dengan modal mereka.


Walau demikian, tatkala terjadi kegagalan usaha, masyarakat pemodal diminta bertanggung jawab atas resiko kerugian sebesar persentase modal yang mereka sertakan.


Adapun bukti unit penyertaan modal Reksadana yang diterima oleh masyarakat pemodal, sejatinya hanyalah bukti pengakuan wakalah yang diterbitkan oleh manejer investasi. Dan tentunya Anda memahami bedanya dengan bukti kepemilikan atas unit usaha yang dijalankan oleh emiten dengan dana mereka.


Pada kasus Reksadana telah terjadi ketidak-adilan, karena masyarakat pemodal harus menanggung kewajiban yang melebihi batas kewajaran. Hak kepemilikannya dipindahkan kepada emiten, tanpa ada alasan yang dibenarkan secara syariat pula. Dengan demikian praktek semacam ini adalah bentuk memakan harta orang lain dengan cara-cara yang tidak benar.


☑️ KEDUA, 

HAK MANAGER INVESTASI

Atas jasanya, manejer investasi yang berperan ‘mewakili’ masyarakat pemodal, berhak mendapatkan bagian dari nilai aktiva bersih yang dihitung dalam persentase. Akad ini, dalam disiplin ilmu fiqih disebut dengan akad ijarah (jual jasa) atau akad ju’alah (upah).


Kemudian, ulama fiqih telah menjelaskan bahwa upah dalam kedua jenis akad itu haruslah ditentukan dalam bentuk nominal, bukan dalam persentase. Penentuan hak manejer investasi dalam persentase semacam ini termasuk bentuk gharar yang diharamkan dalam syariat.


“Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli untung-untungan (gharar).” (HR. Muslim)


Follow akun sosial media Foto Dakwah, klik disini

Klik disini untuk sedekah dakwah, untuk membantu dakwah kami

Share Artikel Ini

Related Posts

Comments
0 Comments